BETUN-SUARAMALAKA.COM | Tan Malaka, sosok Revolusi Indonesia sejati, pernah memberikan kutipan flamboyant, “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda”. Kutipan sederhana ini menyimpan banyak arti. Banyak persepsi dari semua golongan ketika membaca makna dari quote seorang Tan. Dalam beberapa diskusi masa lampau, kutipan ini bisa dibaca sebagai spirit baru, yakni persatuan melawan kolonialisme. Dimana idealisme pemuda progresif, dipacu untuk bersatu dalam rumusan besar diksi Indonesia Raya, sebagai sebuah Nation atau Bangsa.
Tapi kalau saya, anda dan kita semua tarik makna dari pernyataan Tan Malaka dalam kondisi kekinian, tentu pesan sang “Patjar Merah”, julukan Tan Malaka dari cerita roman, sebagai bagian dari refleksi garis perjuangan pemuda. Apakah Pemuda Sekarang, masih kaya dan teguh pada idealisme? Kalau masih teguh apakah dia berintegritas? Kalau dia berintegritas, apakah pemuda bisa selaras dalam menemukan momentum perjuangan? Kalau menemukan momentum, apakah pemuda bisa menenun kembali konsep Indonesia Raya sebagai Bangsa yang besar?
Namanya pertanyaan refleksi, cara mengujinya harus dengan diskusi panjang. Namun bagi saya dan kalian, kalau idealisme hanya sekedar harta terakhir, dia akan bertempur dalam dinamika persolan antara integritas dan pragmatis. Idealisme yang berujung pada integritas, akan tergerus dengan cepat pada domain pragmatis dan realitas sosial. Itulah ujian sebenarnya dari integritas dan idealisme.
Sejatinya, pemuda sebagai harapan Bangsa, selalu diidentikkan sebagai generasi yang idealis, dinamis, progresif, serta memiliki integritas. Ini sebuah nilai unggul dari eksistensi pemuda, jika dibandingkan dengan kaum tua. Meskipun dalam beberapa kriteria, kaum tua dinilai memiliki jam terbang dan pengalaman yang lebih baik, mereka akan luntur seiring masuk usia senja, dan tergerus alami dalam sisi energik.
Pemuda sejati dengan integritas teruji dan idealism terukur, memiliki tiga peran uatama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertama, sebagai generasi penerus yang secara teguh dan konsisten melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya. Kedua, sebagai generasi estafet untuk melanjutkan konsep kepemimpinan kekinian, dan Ketiga, sebagai generasi pembaharu yang bersungguh-sungguh berjuang mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran Bangsa. Namun, yang sekarang menjadi pekerjaan rumah adalah bagaimana mencetak generasi muda dengan integritas tinggi yang mampu membawa perubahan bagi Bangsa ini? Tongkat estafet yang nantinya akan diserahkan kepada generasi muda harus benar-benar sampai kepada orang-orang yang mumpuni dan memiliki kapabilitas untuk mengemban amanat tersebut.
Integritas adalah kuncinya. Karena dengan memilikinya para pemuda akan paham betul mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam konsep kepemimpinan nantinya.
Lalu bagaimana kita kembalikan semangat itu? Jawabannya sederhana. Dimulai dengan kejujuran. Kejujuran adalah modal dasar dalam membangun integritas seseorang. Kejujuran bermakna memberitahu kebenaran kepada orang lain. Sedangkan integritas memberitahu kebenaran kepada diri sendiri. Integritas penting untuk menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan, karena ketidaksesuaian dalam dua hal tersebut akan mengakibatkan tergerusnya integritas seseorang.
Hal ini penting sehingga kita jangan menjadi pelakon dalam kutipan Ridwan kamil, Gubernur Jawa Barat, yakni “Negeri Ini Butuh Banyak Pemuda Pencari Solusi, Bukan Pemuda Pemaki-maki”. Sisa anda memilih berada di gerbong pencari solusi, atau pemaki-maki. Atau kita hanya akan berada di persimpangan jalan menuju kemerdekaan sejati. **
Oleh: Ferdy Bria (Wartawan bidiknusatenggara.com)